CAPTIVATED

Entah kenapa setiap lihat angka 32 tahun yg teringat pertama adalah.. itu masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„.

Menarik bahwa setelah 32 tahun dipimpin oleh Pak Harto, Indonesia memasuki era reformasi. Dan bukan kebetulan kalau di penghujung usia 31 tahun saya, banyak hal yg terjadi terasa seperti “masa reformasi pribadi” buat saya.

Saya mencoba merefleksikan pengalaman selama setahun sejak ulang tahun saya tahun lalu, tapi rupanya pengalaman saya akhir2 ini sangat mendominasi ingatan saya. Dalam tulisan2 saya sebelumnya, khususnya sejak PSBB dan wabah Covid19, saya telah membagikan pengalaman “perjumpaan” istimewa saya dengan Tuhan. Dalam bahasa romantis, saya bisa bilang pengalaman itu adalah saat di mana Tuhan menyentuh hati saya lebih dalam lagi.

Tidak pernah terbayang saya akan mengalami perjumpaan cinta yg istimewa denganNya. Kenapa istimewa? Karena selama beberapa waktu secara periodik saya merasakan sentuhan2 cinta Tuhan, baik dalam Ekaristi, Adorasi, bahkan dari lagu roman “duniawi” yg entah bagaimana, saya merasa Tuhan ‘mengirimkan’ lagu cinta itu utk saya. Yang terakhir ini saya dengar ketika dinyanyikan oleh Jamaica Cafe di openingnya Opera Komedi Samadi yg saya saksikan di youtube. Buat yg penasaran, judul lagunya “Karena Ku Tahu Engkau Begitu” πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„ Saya kasih cuplikan reff nya yg sempat membuat saya senyum2 sambil bilang dalam hati, “Tuhan… apaan nih… “

Percayalah kusungguh-sungguh
Mengatakan semua
Yakinkan hatimu kau milikku
Karena kutahu engkau begitu
Karena kutahu engkau begitu

Bila saat nanti kau milikku
Kuyakin cintamu
Takkan terbagi, takkan berpaling
Karena kutahu engkau begitu
Karena kutahu engkau begitu…”

Saya merasa pesannya jelas, Ia merindukan dan bahkan lebih jauh lagi… Ia menginginkan saya!

Kembali ke beberapa bulan sebelum wabah Covid19, saya sempat mengikuti retret di Lembah Karmel. Saat itu dalam sebuah Adorasi, saya merasa Tuhan mengulurkan tangannya. Ia ingin mengajak saya untuk bersamaNya, tapi saya takut. Lalu pada Adorasi berikutnya, saya kembali merasakan kerinduan Tuhan… cintaNya yang sangat besar.. Ia menginginkan saya, seluruh diri saya, dan khususnya-hati saya.

Beberapa bulan kemudian dalam sebuah Adorasi online yg diadakan oleh Lembah Karmel, saya menceritakan masalah yg sedang saya alami dalam pekerjaan saya. Saat itu seolah Tuhan menjawab saya, “Yulia, itu masalah yg sangat remeh. Yang terpenting adalah… di mana hatimu berada? “ Awalnya saya bingung kenapa Tuhan bertanya, di mana hati saya berada. Namun kemudian saya teringat akan pengalaman Adorasi saat retret itu. Saya pun mulai merenung dan bertanya apa yg Tuhan inginkan dari saya? Apakah Ia ingin mengatakan sesuatu soal panggilan hidup saya?

Sejak itu hati saya gelisah. Saya pun memutuskan utk melakukan discernment mengenai panggilan hidup saya. Discernment ini membuat saya bertanya kembali, apa tujuan/motivasi saya utk menikah? Saya tidak bisa bilang proses discernment ini sudah final, tetapi satu hal yg saya tahu diinginkan Tuhan, terlepas dari apa pun pilihan hidup saya adalah, Ia ingin saya bersatu denganNya, seperti halnya mempelai wanita bersatu dengan mempelai prianya. Ia rindu akan saya, Ia haus akan jiwa saya, Ia ingin memberikan DiriNya seutuhnya untuk saya dan Ia ingin saya pun memberikan diri saya seutuhnya kepadaNya.

Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” (Matius 22:37)

Saya disadarkan bahwa selama ini saya masih belum mengasihi Tuhan dengan seluruh diri saya. Saya bukan orang yg beriman teguh. Saya sering ragu dan rapuh. Saya juga bukan ahli kitab suci. Kadang saya malas berdoa dan membaca Alkitab, dan sering juga saya berdoa hanya sebagai rutinitas. Saya sering bersungut-sungut, mengeluh, menghakimi, julid, dan kurang mengasihi bahkan terhadp keluarga saya sendiri.

Namun, saya tahu satu hal yang pasti, yaitu bahwa Tuhan mengasihi saya meski saya tidak sempurna. Saya tidak tahu apa rencana Tuhan selanjutnya, tetapi satu hal yg jadi tema refleksi ulang tahun saya tahun ini adalah, betapa hati saya semakin terpikat dan terpesona kepada Tuhan, yang telah lebih dahulu mencintai saya sampai sehabis-habisnya.

Jika saya boleh menyimpulkan lebih awal hasil perenungan discernment panggilan hidup saya, menikah atau tidak bukan persoalan utama.. karena yg terpenting adalah di mana hati saya berada. Di mana saya meletakkan hati saya, apa pun panggilan dan pilihan hidup saya. Karena setiap orang dipanggil untuk dicintai dan mencintai Tuhan. Maka menikah atau tidak, hanya pada Tuhanlah kita dipanggil untuk menempatkan hati kita.

Saya bersyukur karena Tuhan mengingatkan dan menyadarkan saya akan kebenaran ini. Tuhan adalah selalu, Sang mempelai pria yg utama. Hanya jika kita memberikan hati kita seluruhnya kepadaNya, maka kita tidak akan tersesat dalam menjalani apa pun panggilan hidup kita.

Terakhir, apa yg bisa saya lakukan sekarang dan apa niat saya selanjutnya? Mungkin ini tampak sederhana, tapi praktiknya cukup sulit. Saya ingin menikmati hidup ini apa adanya yg dianugerahkan Tuhan kepada saya.. artinya.. less complaining! Karena saya diingatkan bahwa Tuhan adalah Mempelai Agung sekaligus provider kehidupan saya. Mengeluh dan meminta lebih seolah saya tidak bersyukur atas apa yg telah disediakanNya untuk saya. Jadi ya… semoga di hari-hari mendatang saya lebih dapat menikmati setiap detik anugerahNya sambil terus berusaha dan melakukan apa yg mjd tugas saya. Yang pasti, lakukan semuanya karena cinta.. yang telah membuatku semakin terpesona.

Terpesona – cipt. Sr. Lisa Martosudjito, P Karm

Di dalam sakit dan derita

Kini ku makin terpesona

KasihMu yang tiada tara

Datang dari surga

Mengalir dalam darahku

Hiburan warna madu

Sehingga di dalam sakitku

Sirnalah kecemasanku

Tuhan, kini ku semakin mengerti

KasihMu tak kunjung henti

Bawaku lebih dalam lagi

Masuk hadiratMu yang suci

Leave a comment