Memandang dengan Cinta

Dalam Adorasi online beberapa waktu yg lalu, saya merasa Tuhan mengingatkan saya tentang sesuatu yg mungkin sering saya lupakan. Memandang Dia dengan cinta.

Seringkali ketika saya mengikuti perayaaan Ekaristi atau Adorasi, saya juga merasa sulit untuk sungguh-sungguh mengimani bahwa Tuhan Yesus sungguh hadir dalam rupa Sakramen Mahakudus. Nah, biasanya sih ya saya nggak terlalu memikirkan itu, jadi ya lanjut saja ibadah seperti biasa.

Tapi…

Terkadang-entah bagaimana-saya juga bisa merasakan kehadiran Tuhan yg sungguh nyata dalam Ekaristi, Adorasi, bahkan dalam doa pribadi.

Pengalaman Adorasi kemarin mengingatkan saya bahwa setiap perasaan itu (atau bahasa kerennya “hiburan rohani”) adalah anugerah dari Tuhan semata. Memang, tidak setiap saat dalam doa kita diberikan rahmat itu, tetapi bersyukurlah jika kita diberi rahmat itu.

Buat orang yang logis, mengimani kehadiran Tuhan sering jadi sesuatu yg sulit. Saya teringat tulisan Paus Fransiskus dalam Surat Ensiklik Lumen Fidei. Dalam surat tersebut ditulis bahwa Iman sangat erat kaitannya dengan Cinta. Beriman bahkan dapat diibaratkan seperti orang yg sedang jatuh cinta. Kita seperti hanyut dalam suatu perasaan yg kuat, yg bahkan mampu “mengalahkan” pikiran2 logis kita. Karena itu banyak orang bilang, kalau orang sedang jatuh cinta dia tidak bisa berpikir dengan benar 🤣🤣🤣.

Di sinilah saya diingatkan bahwa mencintai Tuhan jauh lebih penting daripada hal-hal lain. Orang juga bilang “cinta itu buta”. Sebenarnya saya tidak setuju dengan pepatah ini, tapi dalam hal mencintai Tuhan saya rasa cinta bisa jadi harus ” buta”. Maksudnya???

Memandang Dia dengan cinta. Ketika saya memandang Sakramen Mahakudus, saya tidak melihat wajah Yesus tergambar di situ. Saya juga tidak melihat penampakan spiritual sosok Yesus muncul menggantikan wujud Hosti Kudus. Bahkan, saya tidak perlu memaksa imajinasi saya memunculkan Yesus ketika saya mengikuti Adorasi. Saya hanya perlu memandangNya dengan cinta. Memandang dengan cinta, berarti memandang Dia yang kucintai, dengan cinta. Tidak masalah wujud/rupa apa yang kulihat, karena yang terutama adalah PribadiNya, bukan wujudNya. Ketika aku mencintai Dia, maka sungguh tak jadi soal seperti apa rupaNya.

Contoh yg sederhana walau tidak bisa mengilustrasikan dgn persis, misalnya ketika orang yg kita kasihi mengalami sakit atau kecelakaan sehingga penampilan fisiknya berubah. Apakah kita berhenti mencintainya hanya karena fisiknya berubah? Apakah kita tidak lagi mampu mengenalinya? Apakah kita jadi meragukan dan bertanya, “Apakah dia ini benar2 orang yg dulu kucintai?” Saya rasa, selama cinta itu masih ada, perubahan2 fisik tidak akan membuat cinta hilang. Wujud yg berubah bahkan tidak membuat kita kehilangan kepercayaan bahwa sungguh dialah orang yg kita kasihi.

Gambaran lain misalnya, jika ada anggota keluarga kita yang meninggal dunia kemudian dikremasi. Bukankah wujudnya telah berubah dari tubuh manusia menjadi abu? Tapi apakah kita meragukan dan mempersoalkan apakah dia sungguh orang yg sama yg kita kasihi?

Maka, jika kita mampu dengan yakin mengatakan dan menerima bahwa abu dari kremasi jenasah itu pun adalah pribadi yg sama dengan orang yg kita kasihi dulu, seharusnya kita juga bisa menerim, atau setidaknya tidak mempersoalkan Tuhan yg hadir dalam rupa Hosti.

Pandanglah dengan Cinta.

Tidak ada kekuatan yg lebih dahsyat daripada cinta. Sama halnya cinta mampu membuat kita melakukan sesuatu yg tidak biasa kita lakukan, cinta juga memampukan kita untuk melihat dalam terang iman. Iman lahir dari Cinta dan iman adalah anugerah dari Sang Cinta. Keduanya tidak terpisahkan.

Hanya jika kita memiliki cinta, kita akan dimampukan untuk menyadari kehadiran Tuhan dalam rupa Sakramen Mahakudus. Pengalaman dalam Adorasi bukan sekedar ritual pujian dan penyembahan kepada Dia Yang Mahakuasa, melainkan jauh lebih daripada itu. Adorasi adalah pertemuan cinta dengan Dia yang sangat mencintai kita, dan Dia yang kita cintai. Maka ketika memandang Sakramen Mahakudus yg bertahta, sungguh indah dan sangat membantu jika kita mampu memandangNya dengan cinta. Seperti memandang kekasih ketika kita berjumpa dengannya, begitu juga dengan cinta kita mau memandang Yesus yang hadir dalam rupa Hosti Kudus.

Kita mungkin tidak melihat mataNya, tetapi kita tahu Dia pun sedang memandang kita dengan penuh kasih. Kita tidak mendengar suaraNya secara fisik, tapi kita yakin Ia berbicara kepada kita dalam keheningan, dalam hati kita.

MemandangNya dengan cinta.

Adorasi adalah perjumpaan cinta. Betapa bahagianya kita bisa berjumpa dengan kekasih jiwa kita. Maka tidak penting lagi rahmat apa yang akan kudapatkan, karena yang terpenting adalah aku bisa berjumpa dengan Dia yang mencintaiku dan kucintai.

MemandangNya dengan cinta.

Meski aku datang dengan banyak masalah, beban pikiran yg membuatku tidak bisa fokus dalam Adorasi, karena cinta, aku tahu Dia yg mencintaiku tahu apa yg kurasakan. Dia yg mencintaiku selalu mau menerimaku meski kadang aku datang dengan setengah hati. Dia yg mencintaiku tidak menghakimiku akan kehidupanku, kegagalanku, keputusan2 keliru yg kuambil. Dia yg mencintaiku begitu gembira hanya dengan melihatku datang, hadir di hadapanNya.

Bersyukurlah karena Dia yg mencintai kita adalah Tuhan. Karenanya, Dia tidak akan membiarkan setiap perjumpaan kita denganNya sia-sia. Baik kita sadari maupun tidak, selalu ada rahmat yg diberikanNya kepada kita. Bahkan, kesempatan untuk berjumpa denganNya sendiri sudah merupakan suatu rahmat.

Teman-teman terkasih, jangan takut untuk bertemu dengan Tuhan dalam Ekaristi dan Adorasi. Tidak perlu kecewa atau marah pada diri sendiri karena merasa sulit untuk mengimani kehadiran Tuhan dalam Ekaristi dan Adorasi. Abaikan suara si jahat yang memberimu berjuta alasan untuk batal mengikuti Ekaristi maupun Adorasi.

Seperti dituliskan di awal, rahmat untuk sungguh merasakan dan mengimani kehadiran Tuhan dalam Ekaristi dan Adorasi itu mungkin tidak selalu kita terima. Namun, kita bisa memohon kepada Tuhan agar Ia menambahkan-bukan hanya iman, tetapi terutama-kasih dalam hati kita. Mari kita mohon cinta dari Sang Sumber Cinta. Karena hanya cinta yang mampu mengubah hati kita. Hanya cinta yg mampu mengubah pandangan fisik menjadi pandangan iman.

Marilah memandangNya dengan cinta.

Bukan demi diriNya, melainkan terutama demi kita.

Memandang Dia dengan cinta, membuatku semakin hanyut dalam pribadiNya, melunturkan setiap hal yang menghalangiku untuk menyadari kehadiranNya.

Tuhan Yesus, tambahkanlah cinta dalam diri kami, agar kami tidak hanya mampu memuji dan menyembahMu,

tapi terlebih lagi, agar kami mampu untuk semakin dan selalu mencintaiMu, dengan segenap hati, akal budi, segenap jiwa dan kekuatan kami.

Yesus, ajarlah kami untuk memandangMu dengan cinta.

Leave a comment